Rabu, 30 November 2011

Gugatan Perceraian dan Pemeliharaan Anak

Bogor,  _____       

Kepada Yth.
Ketua Pengadilan Negeri  ___
Jl. _____
di 
_______

Dengan hormat,

Perihal : Gugatan Perceraian dan Pemeliharaan Anak

Kami, kantor hukum ______, yang beralamat di ______ berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal _______, berindak untuk dan atas nama  _____, agama ___, pekerjaan Karyawan Swasta, alamat ____, selanjutnya disebut sebagai PENGGUGAT.

Dengan ini PENGGUGAT mengajukan Gugatan Perceraian terhadap :

Nama                          :
Agama                        :
Pekerjaan                    :
Alamat                        :

Selanjutnya disebut sebagai TERGUGAT

Adapun yang menjadi alasan Penggugat mengajukan Gugatan Cerai terhadap Tergugat adalah sebagai berikut :

1.      Bahwa antara Penggugat dengan Tergugat telah melangsungkan Pernikahan pada tanggal ____ di Gereja ___ sesuai dengan Kutipan Surat  Nikah Daftar Nomor : __________   yang dikeluarkan oleh Gereja _____.

2.      Bahwa selama pernikahan antara Penggugat dengan Tergugat telah dikaruniai seorang anak laki-laki  yang bernama____, lahir di Bogor pada tanggal _______, berdasarkan Akta Kelahiran Nomor _________.

3.      Bahwa sejak awal pernikahan berlangsung,  sering terjadi percekcokan antara Penggugat dengan Tergugat. Percekcokan antara Penggugat dan Tergugat menjadi semakin meningkat dan sering terjadi secara terus menerus setelah kelahiran putra Penggugat dan Tergugat. Meskipun antara Penggugat dengan Tergugat sering terjadi percekcokan secara terus menerus tetapi Penggugat tetap bertahan/sabar menghadapinya menunggu adanya perubahan dari Tergugat, tetapi sikap/kelakuan Tergugat  tidak ada perubahan bahkan Tergugat sering kali mengeluarkan ancaman pembunuhan yang akan dilakukan oleh Tergugat terhadap Penggugat.  

4.      Disamping sering terjadinya percekcokan terus menerus antara Penggugat dan Tergugat, Tergugat pun tidak meberi nafkah kepada Penggugat, karena Tergugat tidak mempunyai perkerjaan.

5.      Bahwa pertengkaran terus menerus tersebut menyebabkan membawa akibat buruk bagi kelangsungan hidup berumah tangga yang selama ini telah dibentuk bersama. Hal ini jelas sangat bertentangan dengan maksud dan tujuan dari perkawinan itu sendiri. Sehingga Penggugat berupaya mengatasi permasalahan  tersebut dengan cara meminta bantuan keluarga Tergugat sebagai penengah dengan maksud agar rumah tangga Penggugat dan Tergugat rukun kembali, ,  namun upaya tersebut tidak berhasil. Bahkan Penggugat pun telah sering berkonsultasi dengan pihak gereja  untuk berkonsultasi agar perkawinan Penggugat dan Tergugat menjadi rukun kembali.

6.      Namun upaya-upaya tersebut tidak berhasil, karena hanya Penggugat lah yang berkonsultasi kepada pihak Gereja dan tidak ada upaya dari Tergugat untuk membuat perkawinan antara  Penggugat dan Tergugat menjadi rukun kembali.

7.      Bahwa dengan keadaan-keadaan sebagaimana tersebut diatas, maka cukup alasan bagi Penggugat untuk mengajukan gugatan perceraian terhadap Tergugat karena antara Penggugat dan Tergugat  terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

8.      Bahwa mengingat anak yang dilahirkan dalam perkawinan antara Pengugat dengan Tergugat masih di bawah umur, maka Penggugat mohon kepada Majelis Hakim agar Penggugat ditunjuk sebagai ibu walinya atau ikut Penggugat untuk dirawat, dipelihara serta diberikan pendidikan;

9.      Bahwa mengenai anaknya, Tergugat selaku ayahnya tetap mempunyai tanggung jawab atas kesejahteraan lahir dan batin, memberikan tunjangan nafkah pendidikan sampai anaknya mandiri;

Berdasarkan hal tersebut diatas Penggugat mohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Bogor melalui Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan memberikan putusan dalam perkara ini sebagai berikut :

1.      Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya.
2.      Menyatakan Putus Perkawinan Antara Penggugat dengan Tergugat Karena Perceraian.
3.      Menyatakan hak asuh dan pemelihaan anak berada  dalam kekuasaan Penggugat.
4.      Membebankan seluruh biaya perkara kepada Tergugat.

Bilamana Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bogor berpendapat lain, mohon Putusan yang seadil-adilnya.

Hormat Kami,
Kuasa Hukum Tergugat
PERJANJIAN KERJA

Perjanjian kerja ini dibuat berdasarkan kesepakatan oleh dan antara :

I.   Nama                  :    PT. ____
    Yang didirikan berdasarkan Akta Notaris No. _____ tanggal ____ dan     Surat Izin Usaha No. ____
Alamat                 :
                               Selanjutnya disebut “PIHAK PERTAMA”

II  Nama Karyawan     :     
Alamat                 :
                              Selanjutnya disebut “PIHAK KEDUA”


Para Pihak dalam hal ini sepakat mengadakan perjanjian kerja sebagai berikut :

Pasal 1
Maksud dan Tujuan

1.    Maksud dan Tujuan dari perjanjian ini adalah untuk menciptakan hubungan kerja yang baik, mengatur hakdan kewajiban karyawan terhadap perusahaan maupun sebaliknya sehingga terwujud ketenangan kerja dan produktivitas kerja maksimal yang bermanfaat bagi kedua belah pihak
2.    Karyawan adalah setiap laki-laki dan perempuan yang diterima dan dipekerjakan di Perusahaan berdasarkan Surat Perjanjian Kerja dengan mendapat imbalan upah.

Pasal 2
Masa Percobaan

1.    Karyawan yang diterima bekerja di Perusahaan ini wajib menjalani masa percobaan kerja selama 3 (tiga) bulan sebelum diangkat menjadi karyawan tetap
2.    Karyawan dalam masa percobaan mempunyai tanggung jawan yang sama dengan karyawan yang sudah diangkat menjadi karyawan tetap.
3.    Selama masa percobaan karyawan mendapat imbalan upah (“gaji”) sebesar 70 (tujuh puluh) persen dari gaji pokok yang ditetapkan oleh perusahaan tanpa memperoleh tunjangan-tunjangan lainnya dalam bentuk apapun termasuk menerima uang makan harian.
4.    Dalam masa percobaan, karyawan dapat memutuskan hubungan kerja tanpa prasyarat apapun.
5.    Apabila selama masa percobaan karyawan tidak menunjukkan kinerja kerja yang baik, karyawan masih diberi kesempatan 1 (satu) kali untuk menjalani masa percobaan kerja selama 3 (tiga) bulan
6.    Apabila setelah perpanjangan masa percobaan ternyata karyawan tidak menunjukkan kinerja kerja yang baik, maka Perusahaan berhak memutuskan hubungan kerja tanpa prasyarat apapun


Pasal 3
Pengangkatan dan Penempatan Karyawan

1.    Karyawan yang telah menjalani masa percobaan selama 3 (tiga) bulan dan menunjukkan kinerja kerja yang baik berhak diangkat menjadi karyawan tetap dan berhak memperoleh imbalan seluruh gaji pokok  yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
2.    Perusahaan berhak menempatkan karyawan di bagian manapun dalam Perusahaan sesuai dengan pertimbangan atas dasar hasil dan usahanya yang optimal.


Pasal 4
Hari Kerja, Jam Kerja, Pengaturan Kerja Shift danKerja Lembur

1.    Hari Kerja perusahaan adalah 6 (enam) hari kerja
2.    Waktu kerja perusahaan adalah 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu.
3.    Perusahaan menetapkan pengaturan kerja shift karyawan dengan tetap  memperhatikan jumlah 40 (empat puluh) jam seminggi, pengganti harilibur dan 1 jam istirahat.
4.    Kerja lembur adalah pekerjaan yang dilakukan di luar waktu kerja yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan dilaksanakan atas perintah langsung atasan dengan mendapatkan upah jam lembur yang besarnya ditetapkan oleh perusahaan dan dibayarkan bersamaan dengan pembayaran gaji.


Pasal 5
Komponen Gaji dan Pembayaran Gaji

1.    Karyawan berhak memperoleh gaji sebagai imbalan kerja dan usaha yang telah dilakukan, yang besarnya telah ditentukan oleh perusahaan.
2.    Jika karyawan mulai dipekerjakan pada sutau hari dalam 1 (satu) bulan, gajinya untuk bulan tersebut dihitung sebanyak jumlah hari masuk kerja dibagi jumlah hari kerja bulan tersebut.
3.    Kepada karyawan yang diputuskan hubungan kerjanya tanpa pemberian pesangon dibayarkan gaji untuk jumlah hari ia bekerja dalam bulan tersebut atas dasar perhitungan menurut ketentuan ayat 2 diatas.
4.    Karyawan tetap berhak memperoleh uang makan yang dibayarkan setiap hari Sabtu yang besarnya ditetapkan oleh perusahaan dan dihitung berdasarkan jumlah hari kerja yang ia jalani.


Pasal 6
Pengunduran Diri

1.     Jika karyawan memutuskan untuk berhenti bekerja dari perusahaan atas permintaannya sendiri, Pernyataan secara tertulis harus diberikan 1 (satu) bulan sebelumnya.
2.     Bagi karyawan yang mengundurkan diri secara baik atas kemauannya sendiri dan telah bekerja selama 3 (tiga) tahun atau lebih akan mendapat uang penghargaan masa kerja yang besarnya 1 (satu) bulan gaji.


Pasal 7
Pemutusan Hubungan Kerja

1.    Perusahaan dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja tanpa pemberian uang pesangon dalam hal antara lain :
a.    Karyawan telah melakukan penipuan, pencurian dan penggelapan barang /uang milik perusahaan atau milik teman sekerja atau milik teman pengusaha;
b.    Mabuk, minum-minuman keras yangmemabukkan, madat atau menyalahgunakan obat terlarang ditempat kerja yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan;
c.    Melakukan perbuatan asusila atau melakukan perjudian di tempat kerja;
d.    Melakukan tindakan kejahatan yang dilarang oleh Undang-undang baik di dalam perusahaanmaupun di luar perusahaan
e.    Dengan ceroboh atau sengaja merusak, merugikan datau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik pengusaha;
f.     Dengan sengaja membongkar rahasia Perusahaan atau mencemarkan nama baik Pimpinan perusahaan dan keluarganya yang seharusnya dirahasiakan;

2.    Perusahaan dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja dengan pemberian uang pesangon yang besarnya ditetapkan oleh perusahaan dalam hal antara lain:
a.        Karyawan telah berusia 55 tahun;
b.        Karywan secara medis dinyatakan tidak layak kerja;
c.        Meninggal dunia selama masih bekerja pada perusahaan.






Pasal 8
Berakhirnya Hubungan Kerja

1.    Dengan berakhirnya hubungan kerja antara karyawan dengan perusahaan yang disebabkan oleh alas n apapun, maka semua hutang-hutang karyawan kepada Perusahaan wajib dilunasi
2.    Dengan berakhirnya hubungan kerja, maka alat-alat/inventaris perusahaan yang dipinjamkan kepada karyawan harus dikembalikan.

Pasal 9
Tunjangan Hari Raya

Perusahaan memberikan Tunjangan Hari Raya Keagamaan berupa 1 (satu) bulan gaji kepada karyawan yangtelah bekerja 1 (satu) tahun penuh yang pembayarannya dilakukan paling lambat 10 (sepuluh) hari sebelum Harai Raya Keagamaan dan bagi mereka yang bekerja kurang dari 1 (satu) tahun akan diperhitungkan secara proporsional.


Bogor, ______
Yang Menandatangani

PIHAK PERTAMA                                                                PIHAK KEDUA

Contoh Gugatan Pembiayaan Anak

_____,             

Kepada Yth,
Ketua Pengadilan Agama
Jl. ________
Di -
      ____



Assalamu’alaikum Wr.Wb.,

Perihal : Gugatan Pembiayaan Anak

Yang bertanda tangan dibawah ini _________, Advokat dari Kantor Hukum _____ yang berkantor di ______, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal   __________            (foto copy Surat Kuasa terlampir), dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama :

_____, umur 41 tahun, agama Islam, pekerjaan _____, tempat tinggal ______, untuk selanjutnya disebut PENGGUGAT.

Dengan ini Penggugat mengajukan Gugatan Pembiayaan Anak kepada :

          ______, umur 42 tahun, agama Islam, pekerjaan ______, tempat tinggal _______, untuk selanjutnya disebut TERGUGAT.

Adapun yang menjadi dasar dan alasan-alasan diajukannya gugatan ini adalah            sebagai berikut :

  1. Bahwa benar Penggugat dan Tergugat pernah melangsungkan pernikahan pada hari ___ tanggal ____ di hadapan pejabat Kantor Urusan Agama Kecamatan ___, sebagaimana tercatat dalam duplikat Buku Nikah Nomor_____.

  1. Bahwa benar selama pernikahan antara Penggugat dan Tergugat telah dikarunia 2 (dua) orang anak yaitu : ___ dan ____.

  1. Bahwa benar pada saat gugatan ini diajukan, telah putus pernikahan antara Penggugat dan Tergugat berdasarkan putusan Pengadilan Agama ___ No. ____ tanggal ____ jo. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Bandung No. ___  tanggal ___ Dengan demikian, pada terhitung sejak tanggal ____, antara Penggugat dan Tergugat telah tidak terikat dalam ikatan perkawinan.

  1. Bahwa berdasarkan amar putusan Pengadilan Agama ___ No. ____ tanggal ____ jo. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Bandung No. ___  tanggal ___, Tergugat telah dihukum untuk membiayai 1 (satu) orang anak yang bernama ___ sebesar Rp. ____ setiap hari atau Rp. ___ setiap bulan.

  1. Bahwa pada kenyataannya hingga sampai saat ini, Tergugat tidak melaksanakan putusan Pengadilan Agama ___ No. ____ tanggal ____ jo. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Bandung No. ___  tanggal ___  sebagaimana tersebut dalam angka 4 di atas, padahal sebagaimana dalam pertimbangan hukum putusan Pengadilan Agama ___ No. ____ tanggal ____ jo. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Bandung No. ___  tanggal ___, biaya anak kedua _____ perlu ditetapkan, untuk biaya sehari-hari di luar biaya kesehatan dan biaya lainnya yang diperlukan untuk anak, karena biaya-biaya tersebut tidak rutin, namun semuanya kebutuhan anak adalah kewajiban Tergugat (dahulu Pemohon) sebagai ayahnya.

  1. Bahwa sebagaimana berdasarkan pertimbangan dan amar putusan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama tersebut diatas, maka Tergugat yang telah dihukum untuk membiayai 1 (satu) orang anak yang bernama ___sebesar Rp. ___ setiap hari atau Rp. _____ setiap bulan,  mempunyai kewajiban untuk patuh dan tunduk terhadap putusan tersebut, namun pada kenyataan hingga sampai saat Tergugat tidak melaksanakan kewajibannya sehngga berarti tidak patuh dan tunduk pada putusan aquo yang berarti pula Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap amar putusan aquo.

  1. Bahwa gugatan ini telah didasarkan pada bukti-bukti otentik dan adanya surat-surat bukti yang tidak dapat dibantah lagi kebenarannya maka Penggugat mohon agar putusan dalam perkara ini dapat di jalankan terlebih dahulu walaupun terdapat banding, verzet maupun kasasi (Uitvorbaar bij voorad ).

Maka berdasarkan hal-hal tersebut di atas Penggugat mohon agar Ketua Pengadilan Agama  ___melalui Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan memberikan putusan dalam perkara ini sebagai berikut :

  1. Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.

  1. Menghukum Tergugat untuk melaksanakan amar putusan Pengadilan Agama ___ No. ____ tanggal ____ jo. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Bandung No. ___  tanggal ___,.

  1. Menghukum Tergugat untuk membiayai 1 (satu) orang anak yang bernama ___ sebesar Rp. ____ setiap hari atau Rp. ____ setiap bulan.

  1. Menyatakan putusan dalam perkara ini dapat di jalankan terlebih dahulu walapun ada banding, verzet maupun kasasi (Uitvoorbaar bij Voorad ).

  1. Menghukum Tergugat untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini.


Atau, apabila Ketua Pengadilan Negeri Agama melalui Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.


Hormat Kami,
Kuasa Hukum Penggugat

Surat Pengakuan Hutang

SURAT PENGAKUAN HUTANG
 


Para Pihak yang bertanda tangan di bawah ini :

I.     Nama              :
       No. KTP          :
       Alamat            :
       No. Telp                   :
       Untuk selanjutnya disebut “PIHAK PERTAMA”

II.    Nama              :
       No. KTP          :
       Alamat            :
      
       No. Telp                   :
       Untuk selanjutnya disebut “PIHAK KEDUA”

Agar di kemudian hari Para Pihak tidak memungkirinya, maka terlebih dahulu diterangkan sebagai berikut :

-          Bahwa PIHAK KEDUA mengakui mempunyai hutang kepada PIHAK PERTAMA sebesar Rp. ……………………………………….. (………………………………………………..) dan PIHAK PERTAMA bersama ini menerangkan menerima pengakuan hutang dari PIHAK KEDUA;

-          Selanjutnya para pihak setuju dan sepakat untuk membuat dan menandatangani perjanjian ini dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagai berikut :

PASAL 1
Hutang uang sebesar Rp. …………………………………..( ……………………………………………)
tersebut diatas harus dilunasi oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA yaitu paling lambat tanggal ….. bulan Agustus tahun 2008.

PASAL 2
Atas hutang tersebut dikenakan denda keterlambatan pembayaran sebesar 2% setiap bulan dari jumlah hutang sebesar Rp. ……………………………….. (………………………………
……………………………………………)

PASAL 3
Menyimpang dari apa yangditetapkan dalam Pasal 1 tersebut diatas, maka hutang uang tersebut dapat ditagih dengan segera dan sekaligus oleh PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA :
a.  Apabila PIHAK KEDUA tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana yang ditentukan dalam akte ini;
b.    Apabila PIHAK KEDUA dinyatakanpailit baik yang bersifat sementara maupun pasti;
c.    Apabila atas kekayaan PIHAK KEDUA sebagian maupun seluruhnya dilakukan/diletakkan sita jaminan;
d.    Apabila PIHAK KEDUA meninggal dunia;

PASAL 4
PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA sepakat dan mengikatkan diri bahwa Perjanjian ini tidak akan berakhir karena salah satu pihak meninggal dunia, akan tetapi bersifat turun temurun dan harus dipenuhi oleh ahli waris atau penerima hak masing-masing

PASAL 5
Untuk segala urusan mengenai perjanjian ini dengan segala akibat –akibatnya, kedua belah pihak telah memilih tempat tinggal umum dan tetap pada Kantor Panitera Pengadilan Negeri _______________________


Demikian Surat Pengakuan hutang ini dibuat dan di tanda tangani oleh PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA tanpa ada tekanan dan paksaan dari pihak manapun.


PIHAK PERTAMA                                                          PIHAK KEDUA






________________                                                 ___________________

Mengetahui & Menyetujui
Istri PIHAK PERTAMA                                          Istri PIHAK KEDUA



_______________                                               ______________________

SAKSI

Telaahan Mengenai Perizinan Pertambangan

TELAAHAN MENGENAI  PERIZINAN PERTAMBANGAN
A.             Pengelolaan Pertambangan Berdasarkan UU NO. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
1.   Pengelompokkan Pengelolaan Usaha Pertambangan.
Pasal 34 UU No. 4 Tahun 2009, menyebutkan secara tegas, bahwa :
(1).  Usaha pertambangan dikelompokkan atas :
a.    pertambangan mineral dan
b.    pertambangan batubara.
(2).  Pertambangan mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digolongkan atas :
a.  pertambangan mineral radioktif;
b.  pertambangan mineral logam;
c.  pertambangan mineral bukan logam;
d.  pertambangan batuan
(3).  Ketentuan lebih lanjut mengenai suatu komoditas tambang ke dalam suatu golongan pertambangan mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2.   Bentuk, Tahapan dan Klasifikasi  Perizinan Yang Diberikan.
a.   Bentuk Perizinan Usaha Pertambangan
Pasal 35 UU No. 4 Tahun 2009, menyebutkan secara tegas bahwa
“ Usaha pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, dilaksanakan dalam bentuk :
a.    Izin Usaha Pertambangan (IUP),
b.    Izin Usaha Pertambangan Rakyat (IUPR);
c.    Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK)

b.   Tahapan Pemberian Izin Usaha Pertambangan.
Pasal 36 ayat (1) menyebutkan bahwa izin usaha pertambangan (IUP) terdiri atas 2 (dua) tahap, yaitu :
a.    IUP Eksplorasi yang meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi dan studi kelayakan;
b.    IUP Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian serta pengangkutan dan penjualan.

c.    Klasifikasi Perizinan Usaha Pertambangan
-   Menurut ketentuan Pasal 40 ayat (1), bentuk Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) diberikan untuk 1 (satu) jenis mineral dan batu bara.  Dari  ketentuan bunyi Pasal 40 tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa bentuk Izin Usaha Pertambangan (IUP) hanya diberikan untuk usaha pertambangan atas 1 (satu) jenis mineral dan batu bara.
     Sedangkan kewenangan pemberian IUP tersebut diberikan oleh bupati/walikota, gubernur, menteri berdasarkan ketentuan Pasal 37;
-    Menurut ketentuan Pasal 66, Izin Usaha Pertambangan Rakyat (IUPR) dapat diberikan untuk kegiatan pertambangan rakyat, yang dikelompokkan atas : pertambangan mineral logam, pertambangan mineral bukan logam, pertambangan mineral batuan dan/atau pertambangan batubara, dengan luas wilayah yang telah ditentukan untuk 1 (satu) IPR berdasarkan Pasal 68 UU No. 4 Tahun 2009.
     Sedangkan Kewenangan untuk memberikan IUPR sesuai ketentuan Pasal 67 ayat (1) terletak pada Bupati/Walikota atau Camat setelah Bupati/Walikota melimpahkan kewenangan pelaksanaan pemberikan IPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
-    Pemberian izin dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), menurut Pasal 74 diberikan oleh Menteri untuk 1 (satu) jenis mineral logam atau batubara dalam 1 (satu) Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK);

3.   Sanksi Pidana Bagi Pihak Yang Mengeluarkan IUP, IPR atau IUPK;
Pasal 165 secara tegas menyebutkan bahwa: “ Setiap orang yang mengeluarkan IUP, IPR atau IUPK yang bertentangan dengan Undang-undang ini dan menyalahgunakan kewenangannya diberikan sanksi pidana paling lama 2 (dua) tahun penjara dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).

B.       Perizinan Pertambangan Berdasarkan Surat Edaran Direktur  Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi atas nama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral  No. 03.E/31/DJB/2009 tanggal 30 Januari 2009

Sehubungan dengan telah diundangkannya UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU PMB 2009), maka sebelum terbitnya peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan UU PMB 2009, Direktur Jenderal Pertambangan Mineral atas nama Menteri ESDM telah menerbitkan Surat Edaran tertanggal 30 Januari 2009, yang pada intinya mengatur mengenai :

1.  hal-hal yang berkaitan dengan penerbitan Kuasa Pertambangan, baik sebelum maupun setelah berlakunya UU PMB 2009 (vide A.1, A.3, A.4, A.5, A.6 SE tanggal 30 Januari 2009);
2.  menghentikan sementara penerbitan IUP baru sampai dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) sebagai pelaksaan UU PMB 2009 (vide A.2 SE tanggal 30 Januari 2009);
3.  direktorat jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi akan mengeluarkan format penerbitan IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi  (vide A.7 SE tanggal 30 Januari 2009);
4.  permohonan baru SIPD bahan galian golongan C termasuk perpanjangannya yang diajukan sebelum berlakunya UU PMB 2009 tetap diproses menjadi IUP sesuai dengan UU PMB 2009 setelah berkoordinasi dengan Gubernur (vide A.8 SE tanggal 30 Januari 2009);
5.  permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan (vide Huruf B SE tanggal 30 Januari 2009).

C.       Kesimpulan

1.     Bahwa dalam Surat Edaran tertanggal 30 Januari 2009 khususnya ketentuan huruf A angka 2, terdapat klausula yang berbunyi : “menghentikan sementara penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) baru sampai dengan diterbitkannya peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan UU PMB 2009”. Klausula tersebut menimbulkan dualisme penafsiran yang berbeda, yang pertama apakah yang dimaksud dengan IUP adalah semua bentuk Izin Usaha Pertambangan termasuk IUPR dan IUPK sebagaimana termaksud dalam Pasal 35 UU PMB 2009, ataukah hanya izin usaha pertambangan bagi jenis pertambangan mineral dan batubara saja sebagaimana termaksud dalam Pasal 40 UU PMB 2009;

2.     Apabila yang dimaksud dalam klausula tersebut diatas adalah bentuk IUP sebagaimana tersebut dalam Pasal 35 UU PMB 2009 yaitu Perizinan yang berbentuk Izin Usaha Pertambangan/IUP (yang diberikan untuk satu jenis mineral dan batu bara (vide Pasal 40 ayat (1) UU PMB 2009), IUPR (yang diberikan salah satunya terhadap pertambangan mineral bukan logam (vide Pasal 66 UU PMB 2009)) dan IUPK  (yang diberikan untuk satu jenis mineral dan batu bara dalam satu  WIUPK sebagaimana tersebut dalam pasal 67 ayat (1) UU PMB tahun 2009), maka Pemerintah Daerah harus menghentikan sementara  semua penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) baru (yang berdasarkan Perda No. 2 Tahun 2002 jo. Perbup No. 20 tahun 2007, bentuk izin usaha pertambangannya adalah KP, KK dan SIPD) sampai dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan UU PMB 2009;

3.     Sedangkan jika yang dimaksud dalam klasula pada ketentuan huruf A angka 2 Surat Edaran tertanggal 30 Januari 2009 adalah Izin Usaha Pertambangan/IUP sebagaimana tersebut dalam Pasal 40 ayat (1), UU PMB 2009 yaitu bentuk Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang  diberikan untuk 1 (satu) jenis mineral dan batu bara, maka yang dapat dihentikan sementara penerbitannya adalah hanya terbatas pada bentuk IUP dan IUPK untuk 1 (satu) jenis  mineral dan batu bara yang termasuk dalam bahan galian golongan A (strategis) dan B (vital). Dengan demikian berarti IUP bagi pertambangan mineral bukan logam (yang  termasuk dalam bahan galian golongan C yang bentuk perizinannya adalah SIPD) tetap dapat diberikan tanpa menunggu diterbitkannya PP sebagai pelaksanaan UU PMB 2009.

4.     Bahwa penafsiran terhadap klausula pada SE tertanggal 30 Januari 2009 tersebut telah sesuai dengan Surat Dirjen Mineral, Batubara dan Panas Bumi Nomor: 1053/30/DJB/2009 tanggal 24 Maret 2009 perihal Izin Usaha Pertambangan, yang ditujukan kepada Gubernur/ Bupati/ Walikota di seluruh Indonesia, dengan maksud untuk memperhatikan kesimpangsiuran pemahaman terhadap SE tertanggal 30 Januari 2009 tersebut. Dimana dari Surat Dirjen Mineral, Batubara dan Panas Bumi tertanggal 24 Maret 2009, dapat disimpulkan bahwa penginterpretasian dari klausul dalam SE tertanggal 30 Januari 2009 tersebut hanyalah untuk usaha pertambangan galian golongan A (strategis) dan B (vital), dimana izin usaha pertambangan sebelumnya adalah berbentuk KP dan KK yang wajib disesuaikan menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan dihentikan penerbitannya sementara sebelum terbit Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari UU PMB 2009. Surat Dirjen Mineral, Batubara dan Panas Bumi tertanggal 24 Maret 2009 sama sekali tidak menyinggung / membahas  dan tidak menyebutkan mengenai izin pertambangan dalam bentuk SIPD untuk bahan galian golongan C atau pertambangan mineral bukan logam, sehingga  dengan demikian dapat disimpulkan bahwa IUP bagi pertambangan mineral bukan logam tetap dapat diberikan tanpa menunggu diterbitkannya PP sebagai pelaksanaan UU PMB 2009.

5.     Bahwa berdasarkan bunyi klausula pada angka 8 SE tertanggal 30 Januari 2009, yang berbunyi : “Permohonan baru Surat Izin Pertambangan Daerah bahan galian golongan C termasuk perpanjangannya yang diajukan sebelum berlakunya UU PMB 2009 tetap diproses menjadi IUP (Izin Usaha Pertambangan) sesuai dengan UU PMB 2009 setelah berkoordinasi dengan Gubernur”

6.     Dari bunyi klausula pada angka 8 SE tertanggal 30 Januari 2009 tersebut diatas, maka dapat di interpretasikan, bahwa sebelum berlakunya UU PMB 2009 saja, permohonan SIPD bahan galian golongan C termasuk perpanjangannya tetap dapat diproses menjadi IUP apalagi bila permohonan SIPD bahan galian golongan C diajukan setelah berlakunya  UU PMB 2009, maka harus diproses menjadi IUP, dengan catatan setelah berkoordinasi terlebih dahulu dengan Gubernur.