Rabu, 30 November 2011

Telaahan Mengenai Perizinan Pertambangan

TELAAHAN MENGENAI  PERIZINAN PERTAMBANGAN
A.             Pengelolaan Pertambangan Berdasarkan UU NO. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
1.   Pengelompokkan Pengelolaan Usaha Pertambangan.
Pasal 34 UU No. 4 Tahun 2009, menyebutkan secara tegas, bahwa :
(1).  Usaha pertambangan dikelompokkan atas :
a.    pertambangan mineral dan
b.    pertambangan batubara.
(2).  Pertambangan mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digolongkan atas :
a.  pertambangan mineral radioktif;
b.  pertambangan mineral logam;
c.  pertambangan mineral bukan logam;
d.  pertambangan batuan
(3).  Ketentuan lebih lanjut mengenai suatu komoditas tambang ke dalam suatu golongan pertambangan mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2.   Bentuk, Tahapan dan Klasifikasi  Perizinan Yang Diberikan.
a.   Bentuk Perizinan Usaha Pertambangan
Pasal 35 UU No. 4 Tahun 2009, menyebutkan secara tegas bahwa
“ Usaha pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, dilaksanakan dalam bentuk :
a.    Izin Usaha Pertambangan (IUP),
b.    Izin Usaha Pertambangan Rakyat (IUPR);
c.    Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK)

b.   Tahapan Pemberian Izin Usaha Pertambangan.
Pasal 36 ayat (1) menyebutkan bahwa izin usaha pertambangan (IUP) terdiri atas 2 (dua) tahap, yaitu :
a.    IUP Eksplorasi yang meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi dan studi kelayakan;
b.    IUP Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian serta pengangkutan dan penjualan.

c.    Klasifikasi Perizinan Usaha Pertambangan
-   Menurut ketentuan Pasal 40 ayat (1), bentuk Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) diberikan untuk 1 (satu) jenis mineral dan batu bara.  Dari  ketentuan bunyi Pasal 40 tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa bentuk Izin Usaha Pertambangan (IUP) hanya diberikan untuk usaha pertambangan atas 1 (satu) jenis mineral dan batu bara.
     Sedangkan kewenangan pemberian IUP tersebut diberikan oleh bupati/walikota, gubernur, menteri berdasarkan ketentuan Pasal 37;
-    Menurut ketentuan Pasal 66, Izin Usaha Pertambangan Rakyat (IUPR) dapat diberikan untuk kegiatan pertambangan rakyat, yang dikelompokkan atas : pertambangan mineral logam, pertambangan mineral bukan logam, pertambangan mineral batuan dan/atau pertambangan batubara, dengan luas wilayah yang telah ditentukan untuk 1 (satu) IPR berdasarkan Pasal 68 UU No. 4 Tahun 2009.
     Sedangkan Kewenangan untuk memberikan IUPR sesuai ketentuan Pasal 67 ayat (1) terletak pada Bupati/Walikota atau Camat setelah Bupati/Walikota melimpahkan kewenangan pelaksanaan pemberikan IPR sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
-    Pemberian izin dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), menurut Pasal 74 diberikan oleh Menteri untuk 1 (satu) jenis mineral logam atau batubara dalam 1 (satu) Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK);

3.   Sanksi Pidana Bagi Pihak Yang Mengeluarkan IUP, IPR atau IUPK;
Pasal 165 secara tegas menyebutkan bahwa: “ Setiap orang yang mengeluarkan IUP, IPR atau IUPK yang bertentangan dengan Undang-undang ini dan menyalahgunakan kewenangannya diberikan sanksi pidana paling lama 2 (dua) tahun penjara dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).

B.       Perizinan Pertambangan Berdasarkan Surat Edaran Direktur  Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi atas nama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral  No. 03.E/31/DJB/2009 tanggal 30 Januari 2009

Sehubungan dengan telah diundangkannya UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU PMB 2009), maka sebelum terbitnya peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan UU PMB 2009, Direktur Jenderal Pertambangan Mineral atas nama Menteri ESDM telah menerbitkan Surat Edaran tertanggal 30 Januari 2009, yang pada intinya mengatur mengenai :

1.  hal-hal yang berkaitan dengan penerbitan Kuasa Pertambangan, baik sebelum maupun setelah berlakunya UU PMB 2009 (vide A.1, A.3, A.4, A.5, A.6 SE tanggal 30 Januari 2009);
2.  menghentikan sementara penerbitan IUP baru sampai dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) sebagai pelaksaan UU PMB 2009 (vide A.2 SE tanggal 30 Januari 2009);
3.  direktorat jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi akan mengeluarkan format penerbitan IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi  (vide A.7 SE tanggal 30 Januari 2009);
4.  permohonan baru SIPD bahan galian golongan C termasuk perpanjangannya yang diajukan sebelum berlakunya UU PMB 2009 tetap diproses menjadi IUP sesuai dengan UU PMB 2009 setelah berkoordinasi dengan Gubernur (vide A.8 SE tanggal 30 Januari 2009);
5.  permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan (vide Huruf B SE tanggal 30 Januari 2009).

C.       Kesimpulan

1.     Bahwa dalam Surat Edaran tertanggal 30 Januari 2009 khususnya ketentuan huruf A angka 2, terdapat klausula yang berbunyi : “menghentikan sementara penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) baru sampai dengan diterbitkannya peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan UU PMB 2009”. Klausula tersebut menimbulkan dualisme penafsiran yang berbeda, yang pertama apakah yang dimaksud dengan IUP adalah semua bentuk Izin Usaha Pertambangan termasuk IUPR dan IUPK sebagaimana termaksud dalam Pasal 35 UU PMB 2009, ataukah hanya izin usaha pertambangan bagi jenis pertambangan mineral dan batubara saja sebagaimana termaksud dalam Pasal 40 UU PMB 2009;

2.     Apabila yang dimaksud dalam klausula tersebut diatas adalah bentuk IUP sebagaimana tersebut dalam Pasal 35 UU PMB 2009 yaitu Perizinan yang berbentuk Izin Usaha Pertambangan/IUP (yang diberikan untuk satu jenis mineral dan batu bara (vide Pasal 40 ayat (1) UU PMB 2009), IUPR (yang diberikan salah satunya terhadap pertambangan mineral bukan logam (vide Pasal 66 UU PMB 2009)) dan IUPK  (yang diberikan untuk satu jenis mineral dan batu bara dalam satu  WIUPK sebagaimana tersebut dalam pasal 67 ayat (1) UU PMB tahun 2009), maka Pemerintah Daerah harus menghentikan sementara  semua penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) baru (yang berdasarkan Perda No. 2 Tahun 2002 jo. Perbup No. 20 tahun 2007, bentuk izin usaha pertambangannya adalah KP, KK dan SIPD) sampai dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan UU PMB 2009;

3.     Sedangkan jika yang dimaksud dalam klasula pada ketentuan huruf A angka 2 Surat Edaran tertanggal 30 Januari 2009 adalah Izin Usaha Pertambangan/IUP sebagaimana tersebut dalam Pasal 40 ayat (1), UU PMB 2009 yaitu bentuk Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang  diberikan untuk 1 (satu) jenis mineral dan batu bara, maka yang dapat dihentikan sementara penerbitannya adalah hanya terbatas pada bentuk IUP dan IUPK untuk 1 (satu) jenis  mineral dan batu bara yang termasuk dalam bahan galian golongan A (strategis) dan B (vital). Dengan demikian berarti IUP bagi pertambangan mineral bukan logam (yang  termasuk dalam bahan galian golongan C yang bentuk perizinannya adalah SIPD) tetap dapat diberikan tanpa menunggu diterbitkannya PP sebagai pelaksanaan UU PMB 2009.

4.     Bahwa penafsiran terhadap klausula pada SE tertanggal 30 Januari 2009 tersebut telah sesuai dengan Surat Dirjen Mineral, Batubara dan Panas Bumi Nomor: 1053/30/DJB/2009 tanggal 24 Maret 2009 perihal Izin Usaha Pertambangan, yang ditujukan kepada Gubernur/ Bupati/ Walikota di seluruh Indonesia, dengan maksud untuk memperhatikan kesimpangsiuran pemahaman terhadap SE tertanggal 30 Januari 2009 tersebut. Dimana dari Surat Dirjen Mineral, Batubara dan Panas Bumi tertanggal 24 Maret 2009, dapat disimpulkan bahwa penginterpretasian dari klausul dalam SE tertanggal 30 Januari 2009 tersebut hanyalah untuk usaha pertambangan galian golongan A (strategis) dan B (vital), dimana izin usaha pertambangan sebelumnya adalah berbentuk KP dan KK yang wajib disesuaikan menjadi Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan dihentikan penerbitannya sementara sebelum terbit Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari UU PMB 2009. Surat Dirjen Mineral, Batubara dan Panas Bumi tertanggal 24 Maret 2009 sama sekali tidak menyinggung / membahas  dan tidak menyebutkan mengenai izin pertambangan dalam bentuk SIPD untuk bahan galian golongan C atau pertambangan mineral bukan logam, sehingga  dengan demikian dapat disimpulkan bahwa IUP bagi pertambangan mineral bukan logam tetap dapat diberikan tanpa menunggu diterbitkannya PP sebagai pelaksanaan UU PMB 2009.

5.     Bahwa berdasarkan bunyi klausula pada angka 8 SE tertanggal 30 Januari 2009, yang berbunyi : “Permohonan baru Surat Izin Pertambangan Daerah bahan galian golongan C termasuk perpanjangannya yang diajukan sebelum berlakunya UU PMB 2009 tetap diproses menjadi IUP (Izin Usaha Pertambangan) sesuai dengan UU PMB 2009 setelah berkoordinasi dengan Gubernur”

6.     Dari bunyi klausula pada angka 8 SE tertanggal 30 Januari 2009 tersebut diatas, maka dapat di interpretasikan, bahwa sebelum berlakunya UU PMB 2009 saja, permohonan SIPD bahan galian golongan C termasuk perpanjangannya tetap dapat diproses menjadi IUP apalagi bila permohonan SIPD bahan galian golongan C diajukan setelah berlakunya  UU PMB 2009, maka harus diproses menjadi IUP, dengan catatan setelah berkoordinasi terlebih dahulu dengan Gubernur.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar